Rabu, 19 Februari 2020

Banu dan DPT Lanjutan


DPT. Besok Banu akan diberikan DPT lanjutan setelah semalam saya membuka whatsapp dan menghubungi tantenya demi memastikan kapan waktu terbaik Banu diimunisasi. Setelah dua kali diberikan vaksin tahap awal, selebihnya Banu selalu divaksin tantenya yang bekerja di Puskesmas tidak jauh dari tempat kami tinggal. Sekarang, satu-satunya tanda Banu telah divaksin adalah luka bekas suntik di otot lengan kirinya. Tanda itu dibuat setahun lalu oleh petugas puskesmas yang bertingkah seolah-olah ia adalah perempuan. Parasnya berkulit cerah lumayan tampan dengan rambut mengkilap khas pekerja muda yang senang tampil klimiks. “Dulu orangnya gagah,” kata nenek Banu yang sebenarnya tidak usah ia ucapkan karena penampilannya memang demikian. Ia dengan baik hati selalu dapat dipanggil ke rumah ketika Banu sudah waktunya diberi vaksin sehingga kami tidak mesti repot-repot antri di puskesmas atau rumah sakit. Tanda di lengan Banu itu terlihat kontras berbentuk lingkaran dengan warna daging yang agak lebih cerah dari warna kulit aslinya. Saya yakin suatu saat warna kulit itu akan berubah menyerupai bekas luka jahitan di lutut kanan milik saya, berwarna gelap dan mengkilap. Tanda ini mau tidak mau akan ia bawa hingga dewasa. Suatu waktu jika ia sudah mahir bercerita, bisa saja ia akan mengenang dengan mencari tahu kenapa tanda itu tersemat di otot lengannya saat ia saling memamerkan kisah masa lalu bersama teman-temannya. Mungkin itu akan ia alami saat ia berusia enam atau delapan tahun sambil menarik lengan bajunya memperlihatkan bekas suntik dari baju seragam yang ia kenakan. Kini usia Banu genap delapanbelas bulan. Ia makin mahir menunjuk jenis buah-buahan ketika saya menyebutkan nama-namanya dari poster yang sengaja saya tempel di kamar tempatnya sering bermain. Jika saya menyuruh menunjuk buah durian atau semangka, Banu dengan sigap bakal menengok ke pojok kiri atau kanan bawah posisi dua buah itu berada. Di poster itu ada duapuluh delapan jenis buah yang seiring waktu akan ia ketahui kecuali buah-buahan yang tumbuh di negeri-negeri yang jauh. Dari duapuluh delapan buah-buahan itu tidak akan semua ia rasakan mengingat ada satu jenis buah yang baru saya lihat penampakannya. Di poster itu buah itu bernama “pea” dengan nama asing ditulis “pheaches”. Buah ini berbentuk mirip pear dengan warna kemerahan dan memiliki biji samar-samar menyerupai kurma kering di tengahnya. Sudah pasti saya tidak tahu seperti apa rasa buah itu seperti sama pastinya saya tidak tahu dari mana asal buah itu ditanam dan tumbuh. Suatu kali ketika di Youtube banyak chanel berisi seseorang yang duduk di belakang piring berisi makanan berminyak, sayur lalapan, dan hewan-hewan laut, yang memamerkan bunyi-bunyian saat semua itu dikunyah, saya malah tertarik kepada pengalaman orang-orang Korea ketika kali pertama merasakan sensasi buah nangka atau jeruk bali atau durian atau pepaya dan rambutan. Raut wajah mereka bisa seketika berubah kaget seolah-olah buah yang mereka makan berasal dari negeri yang tidak mereka ketahui asal usulnya. Rasa buah-buah ini tidak tumbuh di tanah mereka dan baru merasakannya ketika beraneka jenis buah sudah malang melintang melintasi benua-benua. Pengalaman merasakan pertama kalinya buah-buah yang dianggap aneh itu, sama sensasionalnya ketika lidah orang-orang Eropa merasakan makanan nusantara yang dibumbui dari rempah-rempah khas nusantara beberapa abad lalu. Dari sensasi makanan inilah orang-orang Eropa menemukan pengalaman yang tidak mereka temui di negeri asalnya, suatu kehidupan “surgawi” yang kelak menjadi cikal bakal kolonialisme. Pisang merupakan buah yang tidak disukai Banu, sedangkan betapa bersemangatnya ia ketika diberikan semangka. Sebelum musim penghujan datang meninggalkan genanngan di mana-mana, hampir sering kami menyimpan semangka di mesin pendingin. Ini sewaktu-waktu dibutuhkan jika Banu menginginkannya dan mulai memakannya hingga ke kulit-kulitnya. Giginya yang berjumlah delapan membuat pekerjaan menggigit adalah tindakan lain yang ia sukai selain menyusu menggunakan otot lidahnya. Di usianya sekarang, Banu sering menyusu dengan memaksa ibunya memperlihatkan gambar-gambar dari buku yang ia sukai. Jadi setiap ingin menyusu, ia sudah siap sambil memegang buku cerita sebagai tanda kebiasaan barunya. Galibnya, kebiasaan baru ini bakal membuatnya lelap tertidur jika dua matanya mulai lelah melihat-lihat bermacam-macam gambar. Saya tidak tahu apakah gaya menyusu itu sama sensasionalnya seperti ketika orang-orang Eropa merasa kaget pertama kali dengan rasa durian.