Selasa, 03 Maret 2020

Banu, Bagaimanakah Bunyi Suara Zarafah?


Mainan Banu semakin beragam setelah ibunya membelikannya dua set maneken hewan-hewan. Jadi, selain Banu sering meminta ”dibacakan” buku-buku ”pilihannya”, sekarang saya menjadi teman bermainnya paling setia untuk menghidupkan karakter maneken hewan itu, yang seringkali dimintanya dengan mengacung-acungkan ”zarafah” atau ”kuda”.

”Kkhwauu”, saya mengaum membuat suara maneken ”harimau” atau ”singa”, yang kadang membuat saya sulit meniru jenis suara  yang berbeda dari kedua hewan itu. Di alam bebas Anda mungkin mampu membedakan mana suara harimau mana suara singa, tapi setiap menirukan suara harimau atau singa, sepertinya saya mendengar suara yang sama keluar dari mulut saya.

Tapi, walaupun begitu, tidak diduga-duga nampaknya saya justru malah menciptakan ”anak singa” oleh karena sekarang Banu menjadi suka mengaum setiap kali selesai dimandikan. Untung saja suara kambing tidak begitu menarik minatnya tidak sama seperti ia seringkali berkata ”moo” dengan koor panjang untuk menunjuk sapi, hewan pertama yang ia suka tiru bunyinya. 


Banu dan mainan binatangnya


Patung-patung hewan mini ini ada manfaatnya bagi pertumbuhan imajinasi anak saya, setelah ia sering diperlihatkan macam-macam buah-buahan melalui poster yang saya tempel di dinding kamar. Setidaknya secara ril ia bisa melihat bentuk langsung hewan-hewan daripada sekadar melihat gambar dua dimensi hanya melalui di atas kertas.

”Untuk alat tes.” Ungkap Lola, setelah saya menanyakan mengapa ia membeli mainan aneka hewan empat pasang sekaligus.

”Ini satu untuk Banu, ini satu untuk sekolah.”

Kami berkeliling setelahnya untuk mencari seperangkat mainan yang terdiri dari beraneka jenis ukuran balok-balok warna warni.

”Itu untuk Banu atau sekolah?”

”Untuk sekolah” jawab Lola tanpa harus menoleh.

Sejak itu saya sering dibuat bingung jika Lola berencana membeli seperangkat mainan. Lebih bingung lagi saat ia berkelilling menengok etalase dari bawah ke atas, dari kanan ke kiri mencari boneka khusus yang pakaiannya mampu ditanggalkan seperti seorang manusia yang bertelanjang dada.

”Untuk pendidikan seks dini.”

 ”Saya kira untuk Banu.” 

Semakin ke sini saya mulai merasakan perkembangan ego anak saya. Banu sudah tidak gampang dibujuk seperti sebelumnya. Ia sekarang mudah rewel jika ada permintaannya yang tidak begitu saja dipenuhi. Sebagai contoh, Banu memiliki kebiasaan baru ketika menetek bersama ibunya hanya dengan cara sambil ”dibacakan” buku. Tanda kutip itu menandai bahwa sebenarnya Banu saya duga senang jika ia diperdengarkan cerita dari gambar-gambar yang suka ia lihat di bukunya.

Sekarang setelah dia diberikan maneken hewan-hewan dari sebagian hutan Afrika, saya sesekali mesti berperan seperti Tarzan memanggil seluruh hewan itu berdiri di hadapan Banu. Zarafah, rusa, singa, keledai, kuda, kambing, sapi, kerbau, domba dan serigala, sekarang sudah berdiri sigap sama seperti dalam adegan raja Simba yang berdiri di atas bukit memanggil seluruh rakyat kerajaan hewannya.

Suara kambing dan sapi suara paling gampang saya tiru, tidak sama seperti suara auman harimau atau singa, apalagi membuat suara keledai dan zarafah. Pelajaran biologi waktu sekolah tidak pernah sama sekali mengajarkan kami bagaimana bunyi hewan tertinggi di dunia ini selain daripada ia kerap dijadikan contoh bagaimana hewan-hewan masa lalu berevolusi seperti dijelaskan dalam teori evolusi Darwin.

Konon dulu zarafah hewan berleher pendek dan berevolusi memiliki leher dan kaki-kaki yang tingi karena persediaan makanan tersisa hanya dapat dicapai di pucuk-pucuk pepohonan tinggi.  Kuda tetap berleher pendek tidak seperti zarafah, yang selalu mendongakkan lehernya ke ujung tangkai-tangkai pohon. Seandainya kuda melakukan hal yang sama, sekarang ada dua hewan yang berleher panjang dan berkaki-kaki tinggi.

Saya menduga selain penyabar, zarafah hewan pendiam daripada kuda. Sampai sekarang saya tidak pernah mendengar bagaimana model suaranya.